Alkisah pada suatu masaa, hiduplah seorang pria bernama Brad. Dia berperawakan kurus tapi hatinya digemukkan oleh keceriaan. Brad baru saja menikahi seorang perempuan mungil bernama Pitt. Dia adalah gadis yang apa adanya. Tapi senyum Pitt tak semungil tubuhnya.
Brad dan Pitt, mereka seperti kepingan puzzle yang saling melengkapi...
Hari demi hari mereka lewati dengan senyum yang ceria. Bahkan hari yang menyebalkan pun mampu mereka lewati dengan tanda titik dua dan kode kurung tutup di belakangnya. Itulah mereka, pasangan yang kadang kadang terlihat aneh. Bagaimana tidak aneh? Tuhan menciptakan segalanya berpasangan seperti logo yin yang, tapi mereka memilih untuk melewati satu jalur saja.
Hingga pada suatu hari mereka disadarkan oleh tatapan orang orang di sekitar mereka.
"Pitt, ada yang salah dengan kita", kata Brad. Dia mengucapkan itu pada istrinya di suatu malam yang manis. Pitt menggeleng. Bradd mengulangi kata katanya. Sa'at Pitt kembali menggeleng, sa'at itu juga Brad mengulang ucapannya. Masih dengan kata kata yang sama.
"Kalau tidak ada yang salah, kenapa harus ada tatapan tatapan yang seperti itu?"
Pitt diam demi mendengar ucapan suaminya. Dengan lemah dia akhirnya bersuara, tak lagi menggeleng seperti yang beberapa kali dia lakukan sebelumnya.
"Lalu apa yang haru kita lakukan?"
Brad tersenyum. Tak lama kemudian dia menjawab sebaris tanya itu.
"Kita harus seperti keluarga normal lainnya"
Ingin sekali Pitt mengejar pernyataan itu dengan sebuah tanya. Tapi urung. Pitt keburu tersenyum. Itu membuat Brad tidak punya pilihan lain selain melanjutkan kata katanya.
"Kita harus bertengkar, karena memang harus seperti itulah sebuah keluarga".
Tidak berhenti sampai disana, Brad terus melanjutkan celotehnya. Dia memberikan contoh dengan apa yang telah ia dengar dan lihat, pada kehidupan para tetangga, handai taulan, dan orang tuanya sendiri.
Adegan yang sebelumnya mereka lakukan kini terulang kembali. Brad nyerocot dan Pitt menggeleng.
Tiba tiba keadaan menjadi di luar kendali. Gelengan Pitt semakin mantap, berpadu dengan volume suara Brad yang semakin meninggi.
Kemudian..
"Bruwaaaakk..!"
Sekuat tenaga Brad membanting hp yang letaknya sangat dekat dengan jangkauan tangannya. Sangat sempurna. Hp yang terpecah berai itu bukan hanya berhasil melukiskan ledakan emosi Brad, tapi juga sukses membatik hati Pitt yang berkeping keping.
Bisa ditebak, detik selanjutnya yang ada hanya krsunyian. Itu adala sa'at dimana kita bisa mendengar degup jantung kita sendiiri tanpa harus memiliki indra keenam.
Deg.. Deg.. Deg..
Sunyi. Sunyi sekali. Dan terasa lama...
Siapa yang akan menyangka bila kesunyian yang sepanjang rel kereta api itu menguap begitu saja hanya karena Brad dan Pitt saling memandang? Ya, bahkan sutradara sekaliber Hanung Brahmantyo pun tak mungkin berani memberika prediksi yang serupa itu. Dua pasang mata yang berbeda aura (antara sepasang mata beraura air dan yang sepasang lagi beraura api) beradu pandang, kesunyian pun muksa.
Tak ada lagi mata yang membara, tak ada lagi mata yang berair. Tinggalah kini yang ada hanya gelak tawa. Tidak dimulai dengan senyum senyum kecil. Gelak hadir begitu saja tanpa butuh pembuka.
Tentu saja Brad tergelak sa'at tiba tiba menyadari bahwa dia telah belajar bagaimana seharusnya marah. Pun begitu dengan Pitt. Ini adalah tangisan perdana dalam sejarahnya sebagai seorang istri.
Indah sekali. Brad dan Pitt akhirnya berhasil belajar menciptakan sebuah pertengkaran sekaligus belajar menyelesaikan apa yang sudah mereka mulai.